BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah Kesehatan dunia semakin bertambah kompleks dengan munculnya berbagai macam penyakit menular. Sebagian dari penyakit tersebut memang bersifat global, tidak mengenal batas negara. Sebagian lagi telah sering berjangkit tetapi polanya berubah serta jumlah kasusnya semakin bertambah, seperti SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome), Flu burung (Afian Influenza) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) (Anies, 2006).
Bertambahnya jumlah penduduk dan jumlah pemukiman yang tidak memenuhi syarat kesehatan sangat mempercepat terjadinya penularan penyakit dari orang ke orang. Faktor pertumbuhan penduduk dan mobilitas penduduk antar daerah juga mempengaruhi perubahan gambaran epidemiologis serta virulensi dari penyakit menular tertentu (Chin, 2000).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit febris akut ditemukan pertama kali terjadi pada tahun 1780-an secara bersamaan di Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Penyakit ini kemudian dikenali dan dinamai pada tahun 1779. Wabah besar global dimulai di Asia Tenggara pada Tahun 1950-an dan hingga tahun 1975 demam berdarah ini telah menjadi penyebab kematian utama diantaranya yang terjadi pada anak-anak di daerah tersebut (Depkes, 2006).
Di Indonesia demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang endemis dan hingga saat ini angka kesakitan DBD cenderung meningkat dan kejadian luar biasa (KLB) masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia ( Depkes RI, 2005).
Penyakit DBD pertama kali di temukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut turut dilaporkan di Bandung dan Yogyakarta (1972) (Depkes RI, 2002). Sejak saat itu penyakit tersebut menyebar yang semula dianggap siklus lima tahunan, kini setiap tahun mewabah diberbagai daerah dan penderitanya sudah bukan anak-anak lagi tetapi penderita dewasa semakin banyak, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali timor-timur telah terjangkit penyakit (Wulandari, 2004).
Departemen kesehatan telah mengupayakan manajemen program dalam mengatasi kasus DBD, pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang di taburkan ketempat penampungan air yang sulit di bersihkan. Manajemen program yang diterapkan oleh Departemen Kesehatan telah menjadi protap bagi semua daerah dari tingkat Provinsi sampai dengan Kabupaten/Kota namun sampai saat ini belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.
Kasus tahun 2004 secara nasional adalah 79.482 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 957 penderita (case fatality rate sebesar 1,2 %) dan incidence rate sebesar 37,01 per 10.000 penduduk, maka jumlah kasus tahun ini lebih besar di bandingkan tahun 2003 yaitu 52.566 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 788 kasus, (case fatality rate sebesar 1,5 %) dan incidence rate sebesar 24,34 per 10.000 penduduk (Depkes RI, 2006).
Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi tahun 2005 sebanyak 206 penderita (IR 23,5/100.000) dengan 7 kematian (CFR 3,29%), tahun 2006 sebanyak 302 penderita (IR 32,9/100.000) dengan 2 kematian (CFR 0,66%) , tahun 2007 sebanyak 236 penderita (IR 25,70/100.000) jumlah kematian 4 (CFR 2,1%), tahun 2008 sebanyak 129 penderita (IR 13,65/100.000) dengan kematian 2 penderita (CFR 1,55%), tahun 2009 sebanyak 93 penderita (IR 9,39/100.000) kematian 2 penderita (CFR 2,15%) (Provinsi tahun 2009).
Sejak Kota menjadi menjadi Ibukota Provinsi pada tahun 2001 arus mobilisasi penduduk di Kota semakin meningkat, dan pada lima tahun terakhir ini Kota sering dilanda musibah banjir yang terjadi setiap tahun. Keadaan ini merupakan salah satu faktor pencetus meningkatnya kasus demam berdarah di Kota .
Berdasarkan jumlah kasus yang ada dapat di gambarkan bahwa sebelumnya Kota tidak pernah di temukan kasus demam berdarah, maka pada tahun 2001 telah di temukan 2 penderita demam berdarah (IR 1,49/100.000 penduduk), kemudian pada tahun 2002 tidak di temukan penderita demam berdarah, pada tahun 2003 di temukan lagi 12 penderita demam berdarah (IR 8,86/100.000 penduduk), tahun 2004 ditemukan 6 penderita demam berdarah (IR 4,31/100.000 penduduk) dengan kematian 2 orang (CFR 33,3%) tahun 2005 terjadi lonjakan kasus dengan 183 penderita (IR 89,26/100.000 penduduk) dengan jumlah kematian 4 orang (CFR 3%), dan pada tahun 2006 ditemukan 133 penderita (IR 89,26/100.000 penduduk), jumlah kematian 4 orang (CFR 2%), dan angka bebas jentik (HI 86%), dan berstatus daerah endemis.
Tabel 1.1
Jumlah Kasus, Kematian, IR dan CFR, Kasus Demam Berdarah
Di Kota dari tahun 2001 S/D Bulan Februari
No Bulan Jumlah
Penduduk Jumlah
Kasus Jumlah
kematian IR
(100.000) CFR
1 2001 133,743 2 0 1,49 0
2 2002 134,994 0 0 0 0
3 2003 135,358 12 2 8,86 0,1
4 2004 138,945 6 2 4,31 33,3
5 2005 142,432 183 4 128,4 2,2
6 2006 148,996 133 4 89,26 3
7 2007 151.067 124 3 82,08 2,41
8 2008 161.530 99 3 61,28 3
9 2009 174.382 86 1 57.34 1.16
10 s/d Feb 2010 185.562 90 4 48.50 4.4
Sumber : Dikes Kota, 2010
Berdasarkan data yang ada, perkembangan penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota terlihat masih tinggi yang tersebar di tujuh wilayah kerja puskesmas, di bandingkan dengan target nasional IR 20/100.000, CFR 1%, dan HI >95%.
Untuk Puskesmas tahun 2009 bulan Oktober jumlah kasus DBD sebanyak 2 kasus, bulan November sebanyak 3 kasus dan bulan Desember sebanyak 7 kasus dengan jumlah penduduk pada tahun ini adalah 20.938 jiwa sehingga (IR 5,73/10.000 penduduk) CFR 0%. Pada bulan Januari tahun 2010 terjadi peningkatan kasus DBD yang signifikan sebanyak 26 kasus dengan 1 kematian dan bulan Februari sebanyak 2 kasus. Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas tahun 2010 mencapai 21.952 jiwa, maka IR kasus DBD sampai bulan Februari 2010 yaitu 11,8/10.000, CFR 3,8%.
Keadaan ini salah satunya disebabkan oleh masih rendahnya peran serta masyarakat Kota dalam mencegah dan memberantas penyakit DBD, seperti belum terbentuknya Pokjanal DBD di Kota , rumah tangga yang Berperilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) yang masih rendah (42%), kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh masyarakat yang tidak kontinyu, Masyarakat yang menempati rumah sehat dan lingkungan sehat yang masih rendah (43%). Masyarakat yang memiliki tempat sampah (52%) (Riskesdas, 2008).
Untuk daerah Wilayah Kerja Puskesmas yang terdiri dari 5 kelurahan yaitu Kelurahan Huangobotu, Kelurahan Tomulobutao, Kelurahan Tomulobutao Selatan, Kelurahan Tuladenggi dan Kelurahan Libuo, Sebagian besar merupakan daerah Perumnas (Perumahan Nasional) yang tingkat kepadatan penduduknya cukup tinggi. Saluran air rumah tangga di beberapa tempat banyak yang airnya tidak mengalir sehingga terjadi tampungan air dalam waktu yang lama dan hal ini kurang mendapat perhatian dari masyarakat sekitar untuk memperbaikinya, disamping itu juga di lingkungan sekitar perumahan warga banyak terdapat barang-barang bekas yang dapat menampung air seperti kemasan air mineral yang dibiarkan begitu saja tanpa ada kesadaran dari masyarakat untuk menguburnya. Kebiasaan masyarakat menggantung pakaian masih cukup tinggi, kebiasaan menampung air di bak mandi dalam waktu yang lebih dari seminggu tanpa mengurasnya di karenakan distribusi air rumah tangga yang sering terganggu khususnya di daerah Perumnas.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh apakah faktor perilaku mayarakat yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan merupakan faktor yang ada hubungannya dengan kejadian penyakit DBD di Wilayah kerja puskesmas yang merupakan daerah endemis penyakit DBD
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
“Apakah ada hubungan perilaku masyarakat dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Kota selang Oktober 2009 - Februari ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan perilaku masyarakat dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas selang Oktober - Februari .
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan masyarakat dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas selang Oktober -Februari .
2) Untuk mengetahui hubungan sikap masyarakat dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas selang Oktober - Februari .
3) Untuk mengetahui hubungan tindakan masyarakat dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas selang Oktober - Februari .
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Manfaat Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah dan bahan bacaan bagi masyarakat dan peneliti yang ingin melanjutkan penelitian ini mengenai Penyakit DBD di Kota .
2. Manfaat Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambil keputusan untuk perbaikan program pencegahan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue baik di Dinas kesehatan maupun di Puskesmas.
3. Manfaat Praktis
Bagi peneliti untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman berharga dalam pendidikan khususnya tentang penyakit Demam Berdarah Dengue.
Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.291
untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI
0 komentar:
Posting Komentar